Fadly Padi : Vokalis Bebas
MuMu 2/III, 28 September - 4 Oktober 2000

Padi tengah mereguk kesuksesan. Albumnya, Lain Dunia, laris manis dan meraih penghargaan double platinum, jadwal manggungnya padat, gelar The Coolest Duo or Group (lagu yang selalu berada di peringkat atas) dan The Fabulous Album (album yang banyak menelorkan hits) dari Clear Top 10 Awards pun berada dalam genggamannya.

Segudang prestasi ini, tak membuat para personil Padi menjadi angkuh. Mereka tetap bersahaja dan memegang teguh prinsip Padi, 'Semakin Berisi, Semakin Merunduk'. Begitu pula dalam penampilan, tak ada satu pun personil Padi yang tampil dengan glamour. Bahkan Fadly, front man, sering tak peduli dalam berbusana. "Iya nih, aku tidak memikirkan penampilan. Begitu seringnya pakai celana yang sama tiap show, teman-teman sampai mau membakar celana itu," ujar Fadly sambil melirik ke arah Piyu dan Rindra.

Bagi Andi Fadly Arifuddin, --demikian nama lengkapnya--, penampilan memang penting, tetapi itu bukanlah hal yang utama. Menurut pria kelahiran Makassar, 13 Juni 1975 ini, yang paling penting dari seorang musisi adalah memiliki tujuan dalam bermusik.

Visi bermusik dan teknik bernyanyi banyak dipelajari Fadly dari Chris Cornell (vokalis Soundgarden), Tom Yorke (vokalis Radiohead), Eddie Vedder (vokalis Pearl Jam). "Mereka adalah guru yang baik untuk vokalis. Mereka punya visi, tidak hanya sekedar simbol, bahkan mereka tidak ingin dijadikan simbol. Menurutku, penyanyi rock jika ingin belajar menyanyi rock dari kaset, belajarlah pada mereka," ujar vokalis yang menguasai saxophone ini.

Fadly memang sangat menggemari musik rock. Dia sudah mengenal musik keras ini sejak usia 9 tahun dari pamannya. Grup yang dikaguminya adalah Queen, Led Zeppelin dan Deep Purple. "Saya sangat tertarik dengan musik rock. Semangat rocklah yang membuat saya ingin bermusik," ujar penggemar blues ini.

Karena sarana mengenal musik saat itu sangat terbatas, termasuk menonton klip musik Queen, Fadly hanya mampu membayangkan bagaimana konser band asal Inggris itu sambil memandangi poster yang tertempel di tembok kamarnya. "Meski hanya membayangkan, tapi saya bisa tahu gaya Freddie Mercury beraksi di atas panggung, "ujarnya.

Semasa SMP, Fadly menghabiskan waktu bermusik dengan mengoleksi kaset rock. Tiada hari yang dia lewatkan tanpa mendengarkan musik rock kesukaannya. "Aku cinta sekali dengan musik dan sangat menikmatinya," tuturnya.

Ketika duduk di bangku SMA, Fadly baru berani mendirikan Slemmers band. Di grup yang khusus membawakan Helloween dan Iron Maiden ini, dia belajar memainkan bas. Karena tangannya kidal, dia pun harus berlatih keras dan memulainya dari bas betot. Selain sebagai basis dia juga menjadi backing vokal.

Setamat SMA, dia mulai berpikir lebih serius dan mengembangkan diri. Dipilihlah kota Surabaya sebagai tempat kuliah. "Rasanya terlalu muda buat saya untuk bermusik di Jakarta. Waktu itu, saya masih ingin mencari bentuk sendiri," ujar anak kedua dari empat bersaudara ini.

Di Surabaya, Fadly menjadi mahasiswa Universitas Airlangga, Surabaya, jurusan Ekonomi. Sebulan kuliah, ia mulai menawarkan diri menjadi pemain bas di kampus. Tapi apa yang terjadi, setelah melihat pagelaran musik kampus dia terkejut ternyata banyak pemain bas yang lebih jago darinya. "Termasuk Rindra. Pokoknya skill bas anak Surabaya gila-gila deh," katanya. Alhasil Fadly pun mengurungkan niatnya menjadi basis. Dia pun beralih ke vokal.

Adalah Ari yang menawari menjadi backing vokal sebuah band yang akan ikut festival. Lalu bersama Ari, Fadly akhirnya membentuk sebuah band. Selain ngeband bersama Ari, dia juga membentuk Bumi Band bersama teman-teman sekampusnya. Tahun 1995, Fadly pun mendapat tawaran menyanyi di pub bersama MR.Q Band.

Selama main di pub ini, Fadly mendapatkan banyak pelajaran; bahwa telinganya harus mendengarkan segala jenis musik yang ada. "Dari situlah saya belajar bahwa musik itu tujuannya untuk membahagiakan orang, bukan untuk dipertandingkan. Jadi saya merasa mendapatkan kebebasan batin dari musik," katanya.

Kebebasan batin itulah yang membuat Fadly meninggalkan MR.Q dan bergabung dengan Padi di tahun 1997. Ternyata keputusannya untuk berkarya bersama Piyu, Yoyo, Rindra dan Ari merupakan keputusan yang tepat. Fadly merasa bahwa Padi memang jodohnya, karena bersama Padi lah, dia memperoleh kemerdekaan dan saling mendukung. "Di Padi kita sama-sama membebaskan diri," katanya.

Untuk mengetahui lebih jauh tentang Fadly, ikuti perbincangannya dengan Renny Mayasari di sela-sela waktu latihannya bersama Padi di Bass Studio.Berikut petikannya :

Apa maksud kamu, bahwa musik untuk membebaskan diri?
Saya dulu berpikir musik itu hanya untuk diri sendiri, hanya untuk menyenangkan hati. Tapi ternyata makna musik lebih dari itu. Musik itu adalah spirit dan ada nilai spiritualnya. Di dalamnya ada kebebasan yang tidak mungkin kita dapatkan di zaman Orde Baru. Sebab kalau sudah mendengar musik, saya tidak peduli lagi dengan keberadaan Presiden Soeharto. Pokoknya saya orang yang merdeka. Musik juga mengajarkan saya untuk membebaskan diri dari apapun yang tidak kita sukai. Itu saja.

Berarti benar dong anggapan bahwa musisi itu egois?
Soal egois, pada dasarnya orang yang punya nilai estetika atau prinsip sendiri pasti egois. Misalkan seorang pelukis, dia pasti punya garis sendiri untuk melukis modelnya. Begitu juga dengan musisi. Padi yang anggotanya lima orang, pasti memiliki garis sendiri. Ego itulah yang kemudian digabungkan. Bagian inilah yang paling sulit, menyamakan garis. Untuk menyatukan garis itu, ya caranya dengan banyak berdiskusi dan tidak saling memaksakan. Kita harus cari titik temu atau hidup dalam perbedaan itu. Dan yang paling penting kita saling menghargai. Contohnya saja, jika Yoyo membuat garis yang berseberangan, tapi bisa membuat musik Padi lebih bagus ya nggak apa-apa.

Menurut kamu musik bukan untuk diperbandingkan?
Yah begitulah jika kita mendengarkan musik. Setelah mendengar musik, biasanya orang akan merasa senang dan kesenangan itu tidak bisa dibandingkan dan tidak ada ukurannya buat kesenangan atau kebahagiaan. Jika kita mendengar musik yang sama, kita tidak bisa mengukur dia lebih senang atau aku yang lebih senang. Jadi sangat relatif dan tidak ada..... (Fadly tak meneruskan kata-katanya). Saya malah kagum dengan musisi-musisi zaman dulu, seperti Jimi Hendrix, Janis Joplin, The Beatles, Bob Dylan. Merekalah musisi yang meletakkan pondasi musik. Aku berpikir musisi-musisi itu telah membahagiakan semua orang.

Apakah itu juga menjadi impian kamu?
Ah saya tidak tahu, saya juga tidak mau muluk-muluk. Saya hanya mencintai musik saja. Sampai saat ini saya merasa musik membebaskan saya. Sebenarnya sesederhana itulah keinginan saya. Dan saya ingin terus bersama Padi dari nol sampai nol besar, atau dari nol menjadi satu. Saya menikmati setiap proses yang kami lakukan, apapun yang menjadi proses, mulai dari bangun, terus jatuh dan bangun lagi. Di dalam proses itulah, saya merasakan kenikmatannya. Dan selama kita hidup akan selalu berproses.

Dan sekarang kamu sedang menikmati kesuksesan ya?
Ha...ha...ha.... kata Red Hot Chili Peppers hidup itu seperti roller coaster. Kita nggak tahu ada di puncak atau di mana, yang penting hidup itu dinikmati. Kalau kata /rif "Nikmati Aja".

Tadi kamu bilang musik bukan untuk diperbandingkan, berarti kamu tidak setuju dengan segala macam acara penganugerahan musik?
Bukan seperti itu yang aku maksud, perbandingan yang aku maksud jika musisinya sendiri yang mengatakannya. Misalkan seorang musisi mengatakan bahwa karya musiknya lebih bagus dari karya musisi lain. Kalau media atau dunia yang berhubungan dengan entertainmen kan punya tujuan sendiri. Kita tidak melawan kontes-kontesan kok.

Menurut kamu harus bagaimana acara itu diselenggarakan?
Dibutuhkan konglomerat yang betul-betul punya konsistensi dan komitmen yang kuat terhadap musik Indonesia. Jadi bukan hanya boom sebentar lalu hilang. Ya jika rugi tahun ini dia masih punya visi 20 tahun ke depan. Rugi tahun ini terus tidak berani lagi bikin di tahun depan, itu sih namanya gambling dan jadinya malah seperti spekulan.

Idealnya seperti apa?
Lewat pemilihan sederhana saja, ya lewat pendengar musik itu. Mereka kan bisa fair, jika suka atau tidak, pendengar akan jujur. Akhirnya mereka memilih sendiri musiknya. Itu yang paling mendasar, karena musik itu urusan hati, urusan yang banyak irasionalnya daripada rasionalnya. Jadi soal tehnis dikesampingkan, yang penting soulnya aja.

Lalu apa komentar kamu tentang Padi yang salah kamar?
Ah nggak apa-apa. Sebetulnya kita ingin menginterpretasikan musik pop menurut kami. Ternyata pop kami tetap rock. Kami ingin ngepop, dengan dasar rock.

Pada hampir setiap konser Padi, pada awal penampilan, kamu selalu membawakan lagunya The Wall milik Pink Floyd. Punya makna khusus?
Ya, istilahnya saya mau bilang sama semua orang untuk membebaskan diri dari segala tekanan. Karena semakin kamu merdeka, akan semakin kreatif. Saya ingin sekali demokrasi ada di sini, ingin demokrasi bisa tersebar dan menjalar ke mana-mana. Kamu mau ngomong apa terserah, asal kamu bertanggung jawab atas apa yang kamu omongin. Meskipun saya belum terlalu kenal dengan Pink Floyd, tapi saya suka permainannya yang asyik serta doktrinnya yang oke.

Apa nih yang jadi ide di album kedua?
Tadi malam saya ada ide untuk bikin lagu 'Semoga Tuhan Memberkati Kita, May God Bless You'. Tapi ah nggak tahu, kita belum berani sejauh itu. Saya hanya menghayal saja. Lagi pula kita ini apa sih, Padi itu siapa sih. Kalau kita bicara masalah itu siapa sih yang mau dengar? Ya kami berpikir realistis dulu deh.

Lho kalian kan punya fans?
Ya, mudah-mudahan kami tetap didengar. Selain ingin membahagiakan orang, kami juga harus membawa pesan walaupun pesan itu hanya sedikit. Kami ingin membawa pesan-pesan kebenaran yang sejati.

Lalu pesan apa yang Padi ingin sampaikan di album kedua ini?
Konsepnya sudah kami diskusikan, tapi baru beberapa yang jadi lagu. Pokoknya pada intinya kami ingin membawa pesan, tapi pesan itu tidak hanya sampai di kepala, tapi bisa diterima juga oleh hati. Istilahnya semua orang yang punya naluri atau nurani pasti bisa merasakan pesan kami, walau dia tidak mau mengakui. Kita mau menuju ke sana tapi itu masih jauh. Sekarang sih kami lagi banyak melakukan perenungan. Kita ingin membuat karya dengan menggunakan hati. Kita juga sedang belajar memasukkan unsur orang lain, atau mengira-ngira pikiran orang lain. Di samping itu kita juga banyak berdiskusi. Namun dalam diskusi itu saya hanya mendengarkan. Saya ingin oranglah yang banyak bicara, hal apa saja dan saya hanya mendengar saja untuk bisa saya ambil makna dari pembicaraan itu.

Selain lewat perenungan, media apa lagi yang kamu gunakan untuk memperoleh ide?
Biasanya saya banyak membaca buku. Saat ini saya lagi senang membaca buku Nahjul Balaga (kisah Imam Ali bin Abi Thalib), Jalaluddin Rumi, dan Murtadha Muthahhari. Banyak hikmah yang saya peroleh dari buku itu dan isinya lebih banyak menyentuh hati daripada kepala. Saya juga ingin tahu apa saja ide-ide yang ada pada kepala mereka. Selain buku-buku kitab itu, saya juga membaca buku psikologi. Saya punya visi sendiri tentang hidup, istilahnya ada perdebatan di masyarakat bahwa seni itu dekat sekali dengan hal-hal yang negatif. Saya ingin masyarakat mulai merubah pandangannya itu. Karena tidak semua seniman seperti itu. Tapi yah niat saya hanya beramal aja. Kalau bisa beramal lewat musik ya amin, kalau nggak yah lewat cara lainlah.

Dengan banyak merenung dan membaca buku-buku agama, apakah kamu ingin mencapai hal spiritual?
Ya, saya dapat spritual dari musik dan agama saya. Saya juga dapat spiritual dari interaksi dengan lingkungan dan dengan orang-orang di samping saya.

Bisa cerita hal spiritual yang mau dapat di musik?
Dia bisa bikin kita seperti ....... (Fadly diam dan tertunduk). Dia tidak jadi apa-apa, tapi melebur dengan musik itu. Istilahnya kita merasa bebas, nggak ada yang bisa menahan kita untuk merasakan kebebasan itu. Dari kebebasan itu saya mendapat semangat untuk hidup, pembebasan dan teman sejati.

Pencapaian puncak sipritualnya seperti apa sih?
Waduh belum, saya belum sampai sana. Saya baru belajar pada tahap itu saja. Saya hanya belajar mebawakan lagu, lagu apapun, saya belajar melebur ke dalam musik itu. Saya tidak mau menjadi apa-apa dan siapa-siapa. Kan orang datang ke sebuah konser dengan bermacam tujuan, ada yang cuma mau mendengarkan musik atau ada juga yang sekedar mau melihat penampilan tokohnya. Tapi yang paling bagus adalah musik bisa membebaskan kita. Kita cuekin aja simbol-simbol itu, karena hal itu mudah hancur. Jika kita mendapatkan soul sebuah lagu dan satu lirik yang sesuai dengan hidup kita, pastilah akan bisa menambah semangat hidup. Nah, itu namanya kita sudah mendapatkan hal spritual dari musik. Dan saya sering mendapatkan hal itu.

Sebenarnya apa sih filosofi hidup kamu?
Listen, learn and live. Saya lebih banyak mendengarkan daripada banyak bicara. Sebenarnya saya ini orangnya tidak percaya diri dan merasa lebih bodoh dari orang-orang. Makanya saya tidak berani bicara banyak-banyak. Takut kalau yang saya katakan itu salah, kan bisa berbahaya. Tapi justru dari banyak mendengarkan saya bisa banyak belajar dan saya bisa bertahan untuk hidup. Bagi saya sudah cukup jika saya bisa memiliki diri sendiri.