Yoyo "Padi" : Mengutamakan Beat yang Variatif
MuMu 51/II/14-20 September 2000

Satu hal yang paling diperhatikan Yoyo ketika memainkan dram adalah beat. Sebisa mungkin, permainan yang ia suguhkan tidak monoton dan variatif. "Biar nggak kaku mainnya. Aku malah nggak mengandalkan teknik. Teknik sih memang perlu tapi kan harus disesuaikan dengan kebutuhan lagu," katanya.

Bakat merupakan karunia dari Tuhan yang sangat patut disyukuri. Bagaikan tumpukan harta karun, bakat tentu saja perlu dijaga, dipelihara dan bahkan patut dikembangkan sebaik mungkin. Hal inilah yang disadari betul oleh pasangan Rudy Handono dan Diah, orang tua Surendro Prasetyo yang lebih dikenal dengan sapaan Yoyo, dramer grup Padi.

Melihat kegemaran anaknya menabuh benda apa saja yang ditemuinya sambil memainkan irama yang tentu saja tidak beraturan, mereka pun meyakinkan diri bahwa Yoyo kecil mempunyai bakat dalam bidang musik. Sebagai awal, Yoyo yang waktu itu baru duduk di kelas 2 SD pun dihadiahi sebuah dram mini mainan. Baru sekitar setahun kemudian, sebuah dram betulan dihadiahkan ke Yoyo untuk dipelajari. Namun karena Yoyo belum bisa memainkannya dengan benar waktu itu, instrumen gebuk itu pun lebih sering menganggur dan menjadi pajangan di ruang tamu.

Yoyo sendiri ternyata lebih tertarik untuk menghabiskan waktu bermain sepak bola. Hingga suatu ketika, bahunya sempat cedera (patah) gara-gara ketimpa temannya sehingga mengharuskan Yoyo menghentikan kegiatannya tersebut. Oleh sang ayah, Yoyo pun diperintahkan untuk lebih banyak tinggal di rumah dan konsentrasi mempelajari dram. Studio di rumahnya pun dilengkapi. Salain dram, juga ada gitar, bas, piano dan sebagainya. Kebetulan saudara-saudara Yoyo juga senang bermain musik.

"Sebenarnya kakakku yang duluan main musik, mainin piano. Kelas 5 SD, aku baru mulai ngeband rock. Mulai dengar lagu-lagu grup Rush, Van Halen dan Iron Maiden. Aku memilih musik rock karena spiritnya. Benar-benar 'laki'. Lagipula, teman-teman aku memang dari dulu suka 'ngeracuni' dengan musik rock, ujar Yoyo.

Atas inisiatif sang ayah Yoyo, beberapa remaja yang berminat pada musik pun diajak untuk berkumpul di rumah Yoyo. Berawal dari kebiasaan kumpul itu, akhirnya terbentuklah grup Andromedha. Di grup ini, Yoyo menjadi personel termuda. Waktu itu, ia baru kelas 6 SD. "Awal berdirinya Andromedha adalah andil ayahku yang mengumpulkan teman-teman itu. Maksudnya sih biar aku nggak keluyuran ke mana-mana. Biar betah di rumah. Jadi bisa dibilang, aku juga yang bentuk Andromedha. Aku di Andromedha hingga band itu bubar," tutur Yoyo mengenang.

Yoyo mengakui bahwa bulan-bulan awal ia memainkan dram, ia tidak begitu mengerti dengan teknik-teknik yang dimainkannya. "Awal main dram aku pakai ilmu 'ngawur'. Yang menarik dari dram itu karena terdengar ramai. Bisa buat melepaskan emosi," kata dramer kelahiran Surabaya, 29 November 1975 ini terus terang.

Meski sempat mengambil kursus di Yayasan Musik Indonesia (YMI) Surabaya selama tiga bulan dan kursus privat dengan seorang musisi jazz Surabaya selama setengah tahun, namun yang diperolehnya waktu itu cuma dasar-dasar permainan dram. Selebihnya, Yoyo melengkapinya sendiri dengan banyak mendengarkan permainan dramer-dramer terkenal dunia seperti Stewart Copeland (The Police), John Bonham (Led Zeppelin), Alex (Van Halen), Neil Peart (Rush), Jeff Porcaro (Toto) atau Pat Torpey ( Mr.Big) di kaset-kaset rekaman dan video.

Khusus Stewart, menurut Yoyo, hitung-hitungan beat dramer tersebut canggih banget. "Teknik pukulan rimshot dan beat-beat nyolongnya juga gila banget." Meski begitu, ilmu terbesar dalam memahami dan mendalami instrumen dram yang lebih nyata justru banyak didapat Yoyo lewat pengalamannya bergabung dalam formasi band.

"Secara musikal, proses belajar aku hampir dibilang nggak ada yang berarti. Di Andromedha dulu, kita kan banyak membawakan lagu-lagu grup luar, jadi belajarnya banyak dari situ juga. Pengaruhnya gede banget. Akhirnya kalau bikin lagu, kadang-kadang suka ngambil juga. Dan ngambilnya sengaja lagi. Sebenarnya itu nggak bagus. Tapi yah, namanya juga proses. Justru dari situ akhirnya aku banyak tahu bagaimana cara memainkan dram,"papar Yoyo yang mengaku menghabiskan 5-6 jam sehari untuk berlatih dram.

Bakat Yoyo dalam memainkan dram termasuk luar biasa. Dalam usia yang masih sangat belia, Yoyo sudah berhasil memperlihatkan prestasi yang luar biasa. Tahun '88, bersama Andromedha, Yoyo memberanikan diri untuk mengikuti Festival Band Se-Jawa-Bali. Di ajang itu, gelar sebagai Dramer Terbaik langsung berhasil disabetnya. Setahun kemudian, penghargaan bergengsi ini kembali berada dalam genggamannya ketika Andromedha mengikuti Festival Rock Se-Indonesia yang diadakan oleh Log Zhelebour. Hasil dari prestasi ini, Andromedha pun mendapat kesempatan rekaman dan terpilih sebagai salah satu band pendukung album kompilasi Rock & Metal. Bahkan, ketika Andromedha merilis album Konser Rock ('91), mereka mampu melejitkan satu nomor berirama balada berjudul Lamunan.

Ketika Andromedha bubar, Yoyo pun mengemas barangnya dan pindah ke Jakarta, sambil menuntut ilmu di Universitas Pancasila, Yoyo tetap berusaha meneruskan aktifitas musiknya dengan melebarkan pergaulan di lingkungan Potlot. Ia sempat menyumbangkan permainan dramnya di proyek rekaman Oppie dan Imanez. Di markas grup Slank tersebut, Yoyo juga banyak mendapatkan banyak tambahan ilmu yang sangat berarti. Menurutnya, permainan anak-anak Potlot sebenarnya nggak ada yang istimewa. Bahkan kalau dibandingkan dengan anak-anak Surabaya, secara skill anak-anak Potlot kalah jauh. "Tapi dalam berkarya, mereka lebih bagus," cetus pemakai dram merek Ayotte ini polos.

Selang beberapa waktu kemudian, Yoyo mulai merasa tidak kerasan tinggal di Jakarta. Ia pun kemudian memutuskan balik ke Surabaya dan melanjutkan kuliah di Universitas Airlangga. Di kampus inilah yang kemudian mempertemukannya dengan Fadly (vokalis Padi) dan anak-anak Padi lainnya.

Satu hal yang paling diperhatikan Yoyo ketika memainkan dram adalah beat. Sebisa mungkin, permainan yang ia suguhkan tidak monoton dan variatif. "Biar nggak kaku mainnya. Aku malah nggak mengandalkan teknik. Teknik sih memang perlu tapi kan harus disesuaikan dengan kebutuhan lagu," katanya.

Kiat tadi juga merupakan salah satu strategi yang Yoyo terapkan untuk menutupi kekurangannya dalam hal teknik. Dengan terus terang, Yoyo mengakui masih banyak teknik yang belum dikuasainya dengan baik. Contohnya misalnya teknik shuffle dan double stroke. "Sampai sekarang, aku masih sulit memainkan kedua teknik itu. Terutama double stroke, sulit banget. Aku lebih sering pake single stroke. Nggak tau kenapa, mungkin nggak biasa aja. Lagi pula, biasanya kan teknik itu lebih banyak dipakai di musik jazz. Selain itu, teknik seperti itu belum aku butuhkan. Lagu-lagu Padi kan lebih slow down dibanding Andromedha. Suatu waktu aku pingin memperdalam teknik lagi. Sekarang sih ngatur waktunya masih sulit," tutur pengagum penyanyi Iwan Fals ini.

Sebagai referensi Yoyo ketika mengolah aransemen lagu Padi bersama personel lainnya, ia banyak meluangkan waktu untuk mendengarkan permainan dari grup U2, Counting Crows dan Pearl Jam. "Pengaruh permainan aku sekarang banyak dari mereka. Tapi aku memainkannya dengan caraku sendiri. Yang penting bagi aku adalah bagaimana membuat sebuah lagu terdengar enak," katanya mantap.