Padi Makin Menguning

Hai 44/XXIV/27 Oktober--2 November 2000

Sebelum ngetop Piyu cs. ternyata pernah jadi kru Dewa. Kini, mereka justru sejajar sama Dewa. Bahkan tempo hari, band asal Surabaya ini menyabet dua penghargaan Clear Top 10. Sementara dua band papan atas lainnya cuma satu. Simak obrolan Padi dengan Hai!

PADI Mengaku Beruntung Lahir di Surabaya

Sederet prestasi nggak membuat mereka kehilangan fokus terhadap musik. Dan mulai capek dibandingin sama Dewa. Kenapa jarang muncul di tv?


Pukul 11.15 malam di Kafe Champions, Kemang Jakarta. Sekitar 200 penonton yang ada, mulai keliatan nggak sabar. Mereka ­rata-rata cowok berumur 18-21 taon- meneriakkan nama Padi, berulang-ulang. Padahal 2 MC yang bertugas lagi seru-serunya ngegelar gim.

Di sisi kanan panggung, terlihat sebagian personel band yang namanya dipanggil-panggil tadi, lagi memanaskan diri. Malam itu, Minggu (15/10) band asal Surabaya ini didaulat untuk jadi imitatornya U2 dalam sebuah acara yang emang dikasi titel "U2 Night".

"Selamat malam! Kami mau diminta main di acara ini soalnya kami emang suka sama U2," jelas Fadly singkat, sebelon band memulai intro With Or Without You," semoga mirip!"

Penonton keliatannya nggak terlalu peduli sama hal itu. Buktinya selama 30 menit pertama band menggelar sederet tembang dari album debut Lain Dunia, mereka tetep aja ngasih aplus meriah. Bahkan di tembang-tembang gacoan, macam Begitu Indah atau Mahadewi, serta tentunya, Sudahlah....! sebagian besar yang hadir di situ keliatan asyik aja nyanyi bareng. Peduli apa sama U2? Padi's in the house!

POP ATAU ROCK

Tiga hari sebelon manggung di sana, Hai ketemu Padi di rumah kontrakan di kawasan Bona Indah yang dijadiin basecamp band. Ngobrolin apa aja, mulai dari masa sebelon Padi terbentuk, hingga sikap selektif terhadap media yang sengaja ditempuh band sekarang ini "Beruntung banget kami lahir di Surabaya, " tutur Piyu, gitaris stylish jebolan Fakultas Ekonomi Unair, "soalnya untuk belajar mental, aku pikir, di sana yang paling pas! Penonton di sana tuh emang seneng ngetes mental. Seneng aja kalo ngeliat yang manggung tau-tau grogi atau gimana gitu. Pokoknya seru, deh."

Sebelon sepakat untuk ngeband bareng, baik Piyu, Fadly maupun personel lainnya ­ Ari (gitar), Rindra (bas) dan Yoyo' (drum) ­ emang bisa dibilang udah kenyang makan asam garam di kancah musik Surabaya. Adalah Ari dan Rindra yang pertama kali menggagas buat ngebentuk band 'serius' ketika mereka masih sibuk kuliah di Unair. Itupun lewat proses adaptasi yang relatif nggak gampang.

"Dulu, yang namanya Ari itu selalu sebel kalo ngeliat band-ku manggung di kampus, " kenang Rindra, "soalnya, nggak kayak band-band lain waktu itu, band-ku sering ngebawain jazz, bangsanya Spyrogyra atau UZEB. Pernah dia nonton, terus komentarnya, 'Ini band apaan sih? Nggak ngerock!' Hahaha..!"

Maklumlah, Surabaya emang begitu identik sama aliran musik yang satu itu. Dan di antara personel Padi, emang cuma Rindra yang punya ketertarikan sama jazz. Lainnya? Metal abis! Bahkan, sebelon gabung di Padi, Piyu udah lumayan dikenal sebagai gitaris black metal.

"Wah, kalo ngeliat Piyu dulu, aku tu ngeri," ujar Fadly, "gondrong, selalu pake item-item, terus kalo jalan udah kayak preman. Metal banget, deh he..he...he!"

"Iya, wong band-ku dulu tu pernah nggak jadi manggung gara-gara band-nya Piyu, koq!" kenang Rindra lagi,"abis, band-ku waktu itu bawain glam rock, sementara yang dateng kebanyakan massanya Piyu yang death metal. Yang ada, pas baru mainin intro udah disuruh turun!"

Etos penonton model beginilah yang sering banget dialami dan mewarnai masa-masa awal Padi. Hingga secara disadari atau nggak merasuk dalam polah band yang resmi berdiri taon 1996 ini. Biarpun secara resmi mengklaim diri sebagai band pop, kelakuan mereka di panggung nggak ubahnya band rock. Di satu show di Padang, belon lama ini, Piyu dan Fadly sempet bersitegang sama penonton yang nekat meludahi mukanya.

"Kalo dia (penonton-RED) nggak sampe ngeludah dan maki-maki pake kata kotor, mungkin aku masih bisa tahan," jelas Fadly.

Yang ada, tu orang langsung ditarik ke atas panggung, sementara temennya yang berusaha ngebantuin juga ikutan ditarik oleh Piyu. Nggak diapa-apain memang, cukup dipiting sambil disuruh mengulang kata-kata yang sempet dilontarkan. "Itu orang sampe gemeteran, lho. Emangnya enak berdiri di atas panggung?"kenang Fadly sebel, "belakangan ketauan kalo mereka nonton sambil mabok!"

"Iya, biar mereka tau aja,"sambar Piyu, "biarpun lagu kami banyak ngomongin cinta, tapi tetep aja cowok. Nggak mundur kalo ditantang berantem..Ha..ha..ha!"

Untungnya, kejadian macam itu nggak sering terjadi. Tapi perihal pergeseran imej pop ke rock tadi, sempet diakui oleh band. Fans yang tadinya kebanyakan cewek, sekarang udah melebar ke cowok. Hampir di tiap konser belakangan, menurut Piyu, ada aja kejadian ribut-ribut kecil antar penonton. Padahal,

"Dalam bayangan kami dulu, setelah nonton kami, penonton bisa pulang dengan tenang, damai dan bisa menyerap pesen yang kami sampaikan lewat lirik lagu kami," ujar Piyu.

Menyesalkah Padi atas pergeseran itu? Nggak juga.

"Makin lama kami makin sadar bahwa kami tu orang rock yang berusaha untuk menterjemahkan pop dengan cara kami sendiri," tutur Fadly, mantap.

Berangkat dari situ, album kedua Padi yang rencananya bakal mulai digarap awal November nanti, dirancang supaya lebih ngerock. Atau menurut Piyu,"Lebih galak!"

CAPEK

Musik adalah topik yang selalu jadi favorit bagi seluruh personel Padi. Coba aja ajak Fadly, Piyu atau siapa aja tentang musisi-musisi yang jadi idolanya atau instrumen-instrumen musik favoritnya. Pasti dengan fasih mereka akan bertutur panjang lebar. Tapi jangan singgung soal hubungannya dengan Dewa.

"Aku capek kalo ada orang yang nanya gimana hubungan Padi dan Dewa," kata Piyu yang langsung diiyakan oleh personel lainnya.

Yap! Selain berasal dari kota yang sama, kedua band ini emang bisa dibilang punya hubungan yang -buat sebagian orang- relatif dekat. Sebelon mulai sibuk di Padi, Piyu sempet jadi kru-nya Andra. Tepatnya antara akhir 1996 sampe akhir 1997.

"Tapi ya sebatas itu aja. Aku jadi kru juga bukan karena ingin numpang ngetop atau apa. Yang aku cari waktu itu pengalaman kerja di bidang musik dan entertainment," jelas Piyu. "Semua buat ngebangun diriku secara pribadi. Dan aku berani bilang kalo apa yang didapat oleh Padi saat ini nggak ada hubungannya sama sekali dengan Dewa!"

Hal itu disepakati oleh personel lainnya. Soalnya, emang pada kenyataannya Padi ngerasa nggak langsung dapat kontribusi apapun dari Dewa. Semua yang ada sekarang ini bener-bener hasil dari keringat mereka sendiri. Kalopun pernah ada urusan yang menyangkut musik, menurut Ari, nggak lebih dari obrolan sesama musisi.

"Piyu dan aku kadang suka telpon-telponan sama Andra. Tuker informasi soal gitar atau efek. Biasa aja," tuturnya.

Walaupun udah berkali-kali menegaskan hal itu, nyatanya banyak pihak yang selalu aja salah tafsir. Itu yang sedikit banyak sempet bikin personel Padi jengah. Sampai pada suatu titik mereka nggak lagi mau menanggapi segala pertanyaan atau wawancara yang nggak ada kaitannya dengan musik. Khususnya musik Padi. Baru-baru ini, Fadly menolak ketika ditawari untuk jadi model sampul depan di sebuah majalah lifestyle.

"Aku masih agak risih, kalo disuruh ngomongin tentang diriku lepas dari Padi, " tukas vokalis kelahiran Ujungpandang, 25 taon lalu ini.

Seperti ada kesepakatan nggak tertulis di antara mereka, untuk tetap memfokuskan musik dalam segala bentuk promosi yang dilakukan. Selain untuk mencegah bias, ada satu alasan lain yang bikin Padi sedikit selektif.

"Sebelon kayak sekarang ini, pergaulan kami di Surabaya sendiri udah cukup luas. Nah bisa dibayangin dong kalo tau-tau aku atau Fadly misalnya nongol di tabloid, digosipin tentang hal lain yang nggak ada kaitannya sama musik," jelas Piyu, "yang ada bisa abis dicela sama temen-temen di sana. Males aja kalo sampe kayak gitu!"

"Musik buat kami adalah yang utama. Dan tetep selalu bakal jadi yang utama," tegas Fadly, "sampai kapan pun!"

Pernyataan itu dibuktiin Padi dengan selalu menolak main playback. Walau sadar kalo hal itu sedikit banyak bisa menghambat promosi ­dibanding band lain Padi emang jarang banget tampil di TV- tapi mereka tetep cuek.

"Rasanya nggak jujur aja, kalo main playback. Lagian 'kan udah jadi kewajiban kami untuk bisa tampil dengan kualitas bagus. Kalo playback kesannya kami kayak ninggalin tanggung jawab," ungkap Piyu, serius. Uh!

*****

Balik lagi ke Kafe Champions. Penonton kembali meneriakkan nama Padi. Nggak puas dengan Pride yang harusnya jadi tembang penutup malam itu. Jam udah bergeser ke angka 12.15. Genap sejam Padi tampil.

"Sekali lagi terima kasih buat kedatangan kalian ke sini," ujar Fadly yang akhirnya berhasil dibujuk buat kembali nongol.

Namanya, malam itu, emang yang kedengeran paling sering diteriakkan oleh rata-rata penonton. Dengan senyum khas dan menyandang gitar akustik-elektrik, ia berdiri di bawah lampu sorot.

"Saya ngewakilin temen-temen yang lain, nyoba nyanyiin lagu yang udah lama jadi favorit saya. Moga-moga kalian suka, "lanjutnya.

Dan Creep ­nya Radiohead pun meluncur mulus. Semua terhanyut dan nggak ada yang berani protes soal hubungan U2 dan Radiohead. Nggak jadi masalah. Toh, seperti kata Fadly, yang paling utama adalah musik. Dan malam itu, Padi udah nunjukkin bahwa lewat tangan yang pas, musik apapun-nggak peduli dari mana asalnya- bisa jadi begitu indah.(dani) FOTO-FOTO:SUTE